
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Biaya aplikasi dan layanan yang diterapkan penyedia aplikasi ojek online (ojol) di Indonesia terus menuai sorotan. Selain besaran yang dikenakan, juga menjadi pertanyaan adalah dasar hukumnya.
Hal tersebut pertanyakan Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu saat Komisi V DPR RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan 66 asosiasi pengemudi ojol, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/5).
Adian Napitupulu dalam RDPU mengkritisi biaya atau potongan yang diterapkan aplikator ojek online untuk dikenakan ke pengemudi ojol dan konsumen. "Itu namanya biaya layanan dan biaya aplikasi," kata Adian dalam RDPU, Rabu.
Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu mempertanyakan dasar hukum ketika aplikator menetapkan biaya atau potongan ke pengemudi dan konsumen. "Biaya layanan, plus biaya jasa aplikasi. Dasar hukum ini apa?" ujar Adian.
Aktivis prodemokrasi itu kemudian mengatakan aplikator sebenarnya sudah menerima uang dari konsumen ketika hendak menggunakan jasa ojol.
Namun, Adian merasa heran pengemudi ojol juga dikenakan potongan atau biaya setelah memperoleh pesanan konsumen. "Ketika mereka, ketika driver itu dipesan, kan, aplikasi sudah dibayar. Artinya aplikasi ini dibayar oleh dua. Konsumen maupun driver," ujar Sekjen PENA 98 itu.
Adian mengaku merasa sakit hati ketika aplikator bisa menerapkan biaya ke pengemudi ojol dan konsumen tanpa dasar hukum.
"Negara ini, biarkan ini terjadi bertahun-tahun. Ini aneh menurut saya. Kita sepertinya hidup bernegara tanpa negara," kata dia.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: