
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penyebaran informasi atau dokumen elektronik berisi pemberitahuan bohong atau hoaks dapat dipidana apabila mengakibatkan kerusuhan di ruang fisik, bukan di ruang digital.
Keputusan ini merupakan penjelasan MK atas makna "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.
MK menegaskan bahwa kata "kerusuhan" dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai sebagai kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber.
Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur larangan dalam transaksi elektronik yang berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."
Sementara Pasal 45A ayat (3) menetapkan ancaman pidana bagi pelanggaran tersebut, yakni penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar.
Mahkamah menilai norma ini menimbulkan ketidakpastian hukum tanpa penjelasan tambahan yang memperjelas bahwa kerusuhan yang dimaksud adalah gangguan ketertiban di ruang fisik.
Dengan begitu, aparat penegak hukum hanya dapat menindak penyebaran hoaks yang berdampak pada kerusuhan nyata di masyarakat.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: