5 Red Flag dalam Hubungan Pacaran yang Sering Dinormalisasi

1 week ago 9

Fimela.com, Jakarta Pacaran itu harusnya bikin hidup jadi lebih bahagia, bukan membuat napas sesak tiap hari. Tapi karena sudah sayang, banyak orang akhirnya “membiasakan” hal-hal yang sebenarnya nggak sehat, alasannya simpel: “ya namanya juga pacaran”. Padahal kalau dibiarkan, hal yang awalnya kecil bisa jadi bibit luka hati bertahun-tahun.

Masalahnya, red flag di zaman sekarang kadang dibungkus rapi pakai kalimat yang terdengar romantis. “Aku cuma takut kehilangan”, “Aku kaya gini ya karena care sama kamu”, “Aku cuma pengen hubungan ini awet”. Padahal kontrol tetap kontrol, toksik tetap toksik. Tidak ada cinta yang pantas ditukar dengan kehilangan diri sendiri.

Yang membuat makin bahaya, kita sering lebih takut kehilangan orang daripada kehilangan diri sendiri. Jadi walaupun hati tidak nyaman, kita tetap stay demi tidak terlihat “gagal” dalam hubungan. Padahal yang lebih gagal adalah bertahan di sesuatu yang bikin diri pelan-pelan rusak.

1. Sering Hilang tanpa Kabar Kembali dengan Alasan

Awalnya mungkin cuma beberapa jam tidak membalas chat. Lama-lama hilang sampai seharian, besoknya balas seolah tidak terjadi apa-apa. Dan ketika ditanya, jawabannya selalu punya alibi yang terdengar logis: sibuk kerja, baterai habis, sinyal jelek, lagi burnout, lagi tidak mood bicara.

Masalahnya bukan di alasannya, masalahnya di polanya. Orang yang benar-benar peduli tetap akan mencari cara untuk memberi kabar, sesingkat apapun. Ketika “hilang lalu minta dimengerti” jadi kebiasaan, secara tidak sadar kamu sedang dilatih untuk menerima ketidakpastian dan menyakiti diri sendiri lewat overthinking.

Lama-lama, kamu menjadi orang yang mudah mengalah, karena takut kehilangan seseorang yang bahkan tidak berusaha tinggal.

2. Silent Treatment: Diam Supaya Kamu yang Menyerah Duluan

Ini red flag yang sering dikira “cooling down”. Kenyataannya, silent treatment bukan cara menyelesaikan masalah, ini cara untuk memenangkan argumen tanpa bicara. Dia diam, read doang, menghilang, menunggu kamu stres sendiri, lalu pada akhirnya kamu yang minta maaf meskipun kamu bukan sumber masalahnya.Yang lebih buruk, kamu jadi terbiasa menyimpan masalah daripada mengungkapkannya, karena kamu takut “dihukum” dengan didiamkan lagi. Setelah cukup lama terjadi, kamu akan terbiasa menyalahkan diri sendiri duluan setiap ada konflik, hanya demi mempertahankan hubungan.

Hubungan yang dewasa bicara. Hubungan yang toxic membungkam.

3. Aktif di Media Sosial, Tapi Tidak Membalas Chat Kamu

Ini salah satu bentuk penolakan paling menyiksa karena terjadi terang-terangan. Kamu lihat dia upload story, komen di postingan orang, bahkan reply DM orang lain, tapi pesan kamu tetap tidak dibalas. Lalu ketika kamu akhirnya protes, jawabannya selalu sama: “nggak masuk notif nya”, “nggak buka WA”, atau “kamu lebay.”

Realitanya, membalas satu pesan tidak membutuhkan kesiapan spiritual. Kalau dia punya waktu dan tenaga untuk engage dengan dunia luar, tapi tidak dengan kamu, berarti kamu tidak diprioritaskan.

Dan yang lebih bahaya lagi, kamu akan mulai membenarkan perilaku itu dengan pikiran “mungkin memang aku nya yang terlalu butuh diperhatikan.” Padahal kamu butuh perhatian karena hubungan memang butuh dua arah, bukan satu orang yang terus menunggu.

4. Diminta Mengubah Diri agar “Cocok” dengan Standarnya

Red flag satu ini sering terlihat sopan di awal. Kamu diminta mengubah pakaianmu agar “lebih pantas”, diminta mengurangi teman karena “nggak nyaman”, diminta mengubah cara bicaramu, sikapmu, bahkan minat dan hobi kamu. Semuanya dikemas dengan kalimat “aku cuma ingin kita lebih cocok”.

Perubahan yang lahir karena tekanan, bukan pilihan, tidak pernah sehat. Tanpa sadar, kamu mulai menghilangkan hal-hal yang membuat kamu “kamu”. Cintanya terasa mahal, karena kamu harus bayar dengan identitasmu sendiri.

Yang ironis, setelah kamu berubah banyak, sering kali tetap ada yang kurang. Karena inti masalahnya bukan kamu tidak cukup, tapi dia ingin kamu jadi orang lain.

5. Cemburu Berlebihan

Karena kita diajarkan bahwa cinta = bertahan, mengerti, mengalah. Karena drama dianggap bagian wajar dari hubungan. Karena banyak dari kita lebih takut kehilangan pasangan daripada kehilangan diri sendiri.

Padahal hubungan yang sehat bukan hubungan yang membuat kamu paham orang lain sambil tidak dipahami balik. Hubungan yang sehat tidak membuat kamu mengecil supaya muat di hidup seseorang.

Jika kamu membaca ini dan merasa “kok kayak hubungan aku”, itu bukan berarti kamu gagal dalam cinta. Itu berarti kamu akhirnya sadar dan kesadaran adalah langkah pertama sebelum kamu memilih mana yang lebih berharga: hubungan itu, atau dirimu sendiri.

Karena cinta yang benar tidak membuat kamu merasa kurang. Cinta yang benar membuat kamu tetap jadi diri sendiri tanpa harus minta maaf untuk itu

Kenapa Red Flag Ini Sering Dimaafkan?

Karena kita diajarkan bahwa cinta = bertahan, mengerti, mengalah. Karena drama dianggap bagian wajar dari hubungan. Karena banyak dari kita lebih takut kehilangan pasangan daripada kehilangan diri sendiri.

Padahal hubungan yang sehat bukan hubungan yang membuat kamu paham orang lain sambil tidak dipahami balik. Hubungan yang sehat tidak membuat kamu mengecil supaya muat di hidup seseorang.

Jika kamu membaca ini dan merasa “kok kayak hubungan aku”, itu bukan berarti kamu gagal dalam cinta. Itu berarti kamu akhirnya sadar dan kesadaran adalah langkah pertama sebelum kamu memilih mana yang lebih berharga: hubungan itu, atau dirimu sendiri.

Karena cinta yang benar tidak membuat kamu merasa kurang. Cinta yang benar membuat kamu tetap jadi diri sendiri tanpa harus minta maaf untuk itu.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Anisya Fandini
  • Ayu Puji Lestari
Read Entire Article
Relationship |