
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menyampaikan argumennya terkait cawe-cawe. Menurutnya, cawe-cawe melanggar etika polisi hukum.
“Cawe-cawe adalah pelanggaran etika politik hukum yang paripurna,” tulis Indrayana dalam akun Threads privasinya, Senin, (6/10/2025).
Secara bahasa, cawe-cawe artinya ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani.
Istilah cawe-cawe ramai digunakan setelah Jokowi secara terbuka akan cawe-cawe di Pemilu 2024 silam.
Denny Indrayana menyatakan, cawe-cawe bukan hanya melanggar fatsoen politik, dimana Presiden atau mantan Presiden harusnya bersandar pada politik negara-bangsa, bukan politik keluarga.
Cawe-cawe juga mempunyai potensi pelanggaran hukum pidana karena cenderung koruptif dan merusak tatanan ekonomi dan ekologi.
“Cawe-cawe harus diberi sanksi hukum, agar tidak kebablasan menjadi konvensi politik yang dianggap benar dan wajar, ” ujarnya.
Diketahui, cawe-cawe berasal dari bahasa Jawa, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Istilah "cawe-cawe" dalam konteks bahasa dan politik di Indonesia mengandung makna intervensi atau keterlibatan dalam urusan yang biasanya bukan tanggung jawab langsung seseorang.
Secara etimologis, frasa ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti "ikut campur," sering kali dengan konotasi positif atau netral, bergantung pada konteksnya.
Dalam lingkup politik, "cawe-cawe" sering digunakan untuk menggambarkan tindakan aktor politik yang campur tangan dalam situasi tertentu demi kepentingan publik atau pribadi.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: