7 Tantangan dan Cara Membuat Hubungan dengan Suami Romantis Meski Sudah Punya Anak

7 hours ago 3

ringkasan

  • Romansa setelah punya anak menghadapi tantangan besar seperti keterbatasan waktu, energi, dan pergeseran prioritas yang seringkali menurunkan kepuasan hubungan.
  • Perubahan keintiman fisik dan emosional, masalah komunikasi, serta pembagian tugas yang tidak merata dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan.
  • Stres finansial dan tantangan kesehatan mental seperti depresi pascapersalinan juga menjadi faktor signifikan yang membebani hubungan pasangan.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, memiliki buah hati adalah anugerah yang luar biasa, namun perubahan hidup yang menyertainya seringkali membawa tantangan tak terduga bagi romansa pasangan. Banyak orang tua baru merasa tidak siap menghadapi pergeseran dinamika ini, yang dapat memengaruhi kepuasan hubungan secara keseluruhan. Kehadiran anak mengubah segalanya, mulai dari jadwal harian hingga prioritas hidup, menuntut adaptasi dari setiap pasangan.

Perjalanan menjadi orang tua memang penuh kegembiraan, tetapi juga dapat menguras waktu dan energi yang sebelumnya dialokasikan untuk pasangan. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat hubungan dengan suami romantis meski sudah punya anak? Artikel ini akan mengupas tuntas tantangan-tantangan umum yang dihadapi pasangan setelah memiliki anak, serta memberikan panduan untuk menjaga keintiman dan memperkuat ikatan cinta.

Memahami perubahan ini adalah langkah awal untuk menjaga hubungan tetap harmonis dan romantis. Dengan kesadaran, komunikasi yang efektif, dan upaya bersama, Sahabat Fimela dapat melewati masa transisi ini dan bahkan tumbuh lebih kuat sebagai pasangan. Mari kita selami lebih dalam bagaimana mengatasi rintangan dan menemukan kembali percikan asmara dalam kehidupan berkeluarga.

Waktu, Energi, dan Prioritas Baru dalam Hubungan

Kedatangan bayi secara drastis mengurangi waktu dan energi yang tersedia bagi pasangan untuk satu sama lain. Kelelahan fisik dan mental menjadi hal yang lumrah, sebab bayi baru lahir membutuhkan perhatian sepanjang waktu, menyisakan sedikit waktu untuk istirahat, perawatan diri, atau waktu berkualitas bersama pasangan. Kurang tidur adalah salah satu faktor terbesar yang menyebabkan ketegangan dan masalah dalam hubungan setelah melahirkan, seperti yang diungkapkan oleh NCT, 'Kekurangan tidur dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-hari dan berguna untuk mempertimbangkan pilihan untuk mengelola hal ini.'

Jam-jam yang sebelumnya digunakan untuk bersosialisasi, bersantai, dan melakukan tugas rumah tangga kini berkurang drastis, mengubah dinamika hubungan secara fundamental. Pasangan mungkin merasa lebih sulit untuk keluar bersama dan menikmati hal-hal yang biasa mereka lakukan. Jon Dabach juga menyoroti bahwa 'Kelelahan, kurang tidur, dan tuntutan konstan terhadap waktu dan perhatian dapat membebani hubungan antara pasangan.'

Selain itu, fokus hubungan bergeser dari pasangan menjadi berpusat pada anak, dan identitas pribadi dapat berubah. Pernikahan sebelum anak-anak seringkali berfokus pada pasangan, pengalaman bersama mereka, dan aspirasi pribadi. Namun, begitu anak-anak hadir, prioritas pasti bergeser, bergerak dari gaya hidup yang berpusat pada pasangan menjadi yang berpusat pada anak. Orang tua mungkin menemukan diri mereka mengidentifikasi diri terutama sebagai 'ibu' atau 'ayah', terkadang menutupi identitas individu atau pasangan mereka.

Pergeseran ini dapat menyebabkan penurunan kepuasan hubungan, dengan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hubungan seringkali menurun pada tahun pertama setelah memiliki bayi. Tingkat penurunan kepuasan hubungan hampir dua kali lebih curam untuk pasangan yang memiliki anak dibandingkan dengan pasangan tanpa anak, menunjukkan pentingnya memahami dan mengatasi perubahan prioritas ini untuk menjaga romansa.

Menjaga Keintiman dan Komunikasi Efektif

Keintiman fisik dan emosional seringkali menurun setelah memiliki anak, menjadi salah satu tantangan terbesar dalam cara membuat hubungan dengan suami romantis meski sudah punya anak. Kelelahan, perubahan hormon, pemulihan dari persalinan, citra tubuh yang terganggu, dan kurangnya waktu dapat membuat seseorang merasa tidak seksi. Banyak pasangan mengalami penurunan keintiman fisik setelah memiliki anak, di mana seks terasa seperti kewajiban lain, seperti yang diungkapkan oleh Love Heal Grow.

Bagi ibu menyusui, kadar prolaktin yang tinggi dapat menekan hormon seks estrogen, menyebabkan kekeringan vagina dan ketidaknyamanan saat berhubungan seks. Selain itu, banyak ibu melaporkan merasa 'touched out' atau 'needed out', di mana keintiman fisik menjadi hanya satu hal lagi dalam daftar tugas yang panjang. Prioritas yang bergeser membuat seks mungkin menjadi hal terakhir dalam pikiran setelah seharian menyusui, mengganti popok, dan mengurus bayi yang menangis.

Stres karena menjadi orang tua juga dapat menyebabkan kurangnya waktu dan energi untuk percakapan yang bermakna, membuat pasangan merasa terputus dan disalahpahami. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting dalam setiap hubungan, terutama bagi orang tua baru, menurut NCT. Namun, percakapan dapat menjadi transaksional dan hanya berpusat pada bayi, kehilangan percakapan yang merangsang dan godaan yang dulu ada.

Pasangan mungkin kesulitan untuk membicarakan kebutuhan, perasaan, atau masalah mereka, yang berujung pada peningkatan konflik. Pasangan yang beralih ke peran orang tua cenderung lebih sering mengalami konflik, dan kepuasan hubungan mereka secara keseluruhan menurun. Oleh karena itu, menjaga jalur komunikasi tetap terbuka dan jujur adalah kunci penting untuk menjaga romansa tetap hidup.

Mengelola Beban Mental, Finansial, dan Pembagian Tugas

Pembagian tanggung jawab pengasuhan anak dan rumah tangga yang tidak merata dapat menimbulkan kebencian, menjadi penghalang lain dalam cara membuat hubungan dengan suami romantis meski sudah punya anak. Bahkan dalam hubungan dengan komunikasi yang kuat, pembagian tanggung jawab pengasuhan anak dapat lebih berat pada satu orang. Ibu seringkali melakukan proporsi tugas rumah tangga dan pengasuhan anak yang lebih tinggi daripada ayah, dan wanita yang memikul tanggung jawab lebih besar cenderung merasakan lebih banyak tekanan pribadi dan kurang puas dengan pernikahan mereka.

Perbedaan gaya pengasuhan juga dapat menjadi sumber konflik. Pasangan mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang pengasuhan anak, yang dapat menyebabkan ketegangan. Penting untuk membahas pandangan masing-masing dan mencoba mengembangkan pendekatan bersama yang disepakati oleh kedua belah pihak untuk menghindari perselisihan yang tidak perlu.

Kondisi kesehatan mental seperti depresi pascapersalinan (PPD) dapat sangat membebani hubungan. Hingga 20% wanita akan mengalami PPD setelah melahirkan, dan depresi dalam bentuk apa pun dapat sangat membebani hubungan. PPD dapat menyebabkan perasaan diabaikan, bingung, tidak didukung, terbebani, atau kelelahan pada kedua pasangan, yang berujung pada penurunan kepuasan pasangan secara keseluruhan.

Terakhir, tekanan finansial juga bisa menjadi penyebab stres bagi pasangan. Uang, atau kekurangannya, juga bisa menjadi penyebab stres bagi pasangan, seperti yang disebutkan oleh NCT. Bagi banyak orang tua baru, menyesuaikan diri dengan hidup dengan pendapatan yang berkurang atau satu gaji bisa sangat menantang. Seringkali, ada masalah emosional yang mendasari pertengkaran uang, seperti hilangnya kemandirian finansial atau merasakan tekanan untuk menafkahi keluarga, yang semuanya dapat mengikis romansa dan keharmonisan hubungan.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Anisha Saktian Putri

    Author

    Anisha Saktian Putri
Read Entire Article
Relationship |