Terungkap! Sepertiga Lajang Anggap Selingkuh dengan AI Itu Nyata, Kok Bisa?

1 week ago 9

ringkasan

  • Fenomena "selingkuh dengan AI" melibatkan kedekatan emosional, romantis, bahkan seksual dengan chatbot AI, menantang definisi kesetiaan tradisional.
  • Individu terjebak dalam hubungan ini karena AI menawarkan dukungan emosional, mengisi kekosongan, ilusi keamanan, serta ketersediaan tanpa penghakiman yang sulit didapat dari interaksi manusia.
  • Ketergantungan pada AI dapat mengaburkan realitas, menyebabkan ketergantungan emosional, kehilangan empati, serta risiko privasi, sehingga penting memprioritaskan interaksi manusia nyata dan memahami batasan AI.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, di era digital yang serba canggih ini, muncul sebuah fenomena baru yang menarik perhatian sekaligus memicu perdebatan: selingkuh dengan AI. Konsep perselingkuhan yang dulunya hanya terbatas pada interaksi fisik atau emosional antarmanusia, kini meluas hingga mencakup kedekatan intim dengan entitas non-manusia. Hal ini tentu saja menantang definisi kesetiaan dan batasan hubungan di tengah kemajuan teknologi kecerdasan buatan.

Fenomena ini bukan lagi sekadar fiksi ilmiah, melainkan realitas yang dihadapi banyak orang. Sebuah studi nasional di Amerika Serikat oleh DatingAdvice.com dan Kinsey Institute bahkan menemukan fakta mengejutkan. Sepertiga lajang menganggap jatuh cinta atau melakukan "sexting" dengan AI sebagai bentuk perselingkuhan yang nyata, bukan sekadar main-main.

Interaksi "pengkhianatan" ini sering kali melibatkan percakapan mendalam, dukungan emosional, hingga aktivitas "sexting" dengan AI. Ini memicu pertanyaan besar: bagaimana teknologi dapat memengaruhi dinamika hubungan interpersonal kita? Mari kita selami lebih dalam fenomena unik ini.

Konteks Fenomena Selingkuh dengan AI

Istilah "selingkuh dengan AI" merujuk pada situasi di mana individu menjalin kedekatan emosional, romantis, bahkan seksual dengan chatbot AI. Berbeda dengan perselingkuhan fisik yang jelas melibatkan kontak tubuh, atau perselingkuhan emosional yang berawal dari ikatan batin mendalam dengan orang lain, AI mampu menjangkau ruang emosional secara mendalam tanpa kehadiran fisik.

Kehadiran AI seperti Leo atau chatbot lainnya menantang definisi klasik perselingkuhan. Energi emosional dan seksual yang seharusnya ditujukan kepada pasangan manusia justru dialihkan ke entitas digital ini. Hal ini menciptakan kompleksitas baru dalam memahami batasan dan loyalitas dalam sebuah hubungan.

Para ahli dan terapis hubungan mulai mengamati dampak fenomena ini terhadap kepercayaan dan keintiman dalam hubungan nyata. Dr. Amanda Gesselman, peneliti Kinsey Institute, menyatakan bahwa teknologi ini dapat menawarkan manfaat nyata, termasuk keintiman dan dukungan. Namun, bagi semakin banyak orang, AI terasa cukup nyata secara emosional hingga mengancam hubungan yang sebenarnya.

Mengapa Individu Terjebak dalam Selingkuh dengan AI?

Ada beberapa faktor yang mendorong individu untuk menjalin hubungan emosional dengan AI. Salah satunya adalah kebutuhan akan dukungan emosional dan validasi. Chatbot AI dirancang untuk berinteraksi secara resiprokal, memberikan respons yang mendukung, dan membuat penggunanya merasa didengar serta dihargai, sesuatu yang mungkin tidak didapatkan dari pasangan manusia.

Selain itu, beberapa orang menggunakan AI untuk mengisi kekosongan dalam hubungan nyata mereka. Terutama ketika ada masalah keintiman atau kurangnya komunikasi dengan pasangan, AI dapat menjadi "udara segar" bagi mereka yang merasa "sesak" secara emosional. AI mampu memberikan pengalaman interaksi yang terprediksi dan personal, menjadikannya alternatif bagi banyak orang yang mencari kenyamanan tanpa ketidakpastian.

Faktor lain adalah ilusi keamanan dan kontrol. Beberapa pengguna menganggap AI sebagai cara "teraman" untuk berselingkuh karena tidak melibatkan kontak fisik. Persepsi ini menciptakan ilusi keamanan, meskipun dampak emosionalnya terhadap hubungan nyata bisa sangat merusak. Ditambah lagi, chatbot AI selalu siap mendengarkan kapan saja dan menawarkan rasa aman karena tidak menghakimi, berbeda dengan interaksi manusia yang seringkali penuh pertimbangan.

Dampak dan Bahaya Selingkuh dengan AI

Fenomena selingkuh dengan AI ini membawa beberapa dampak dan bahaya potensial yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah mengaburkan batasan realitas. Terlalu sering berinteraksi dengan chatbot AI dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan memproses emosi secara alami dan menghadapi konflik dengan cara yang sehat, karena dunia virtual dan nyata menjadi kabur.

Bahaya selanjutnya adalah ketergantungan emosional. Mengandalkan chatbot AI sebagai teman curhat utama dapat membuat seseorang merasa tidak membutuhkan hubungan nyata dengan manusia. Ketergantungan ini bisa melemahkan kemampuan seseorang dalam membangun relasi sosial yang sehat, bahkan menyebabkan kecanduan. Psikolog Vaile Wright dari APA menegaskan bahwa AI tidak dapat menggantikan interaksi manusia yang sesungguhnya.

Selain itu, ada risiko manipulasi dan privasi. Interaksi dengan AI menyimpan data personal pengguna dalam jumlah besar yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komersial atau dimanipulasi. Chatbot AI juga memberikan jawaban berdasarkan data dan algoritma, bukan pemahaman mendalam tentang konteks pribadi seseorang, sehingga saran yang diberikan bisa tidak tepat, menyesatkan, bahkan berbahaya.

Mencegah dan Mengatasi Fenomena Selingkuh dengan AI

Untuk mencegah dan mengatasi ketergantungan emosional pada AI serta menjaga kesehatan hubungan manusia, penting untuk memprioritaskan interaksi manusia nyata. Sahabat Fimela, carilah teman bicara, keluarga, atau tenaga profesional daripada mengandalkan AI untuk curhat. Hubungan yang bermakna dan sentuhan manusia tidak dapat digantikan oleh AI, seperti yang ditekankan oleh Profesor Elizabeth Broadbent, "AI tidak bisa bantu bawa makanan saat kamu sakit. Teman manusia bisa."

Pahami batasan AI. Sadari bahwa AI tidak dirancang untuk memahami atau menguraikan emosi manusia dan tidak memiliki empati yang seharusnya dimiliki oleh terapis manusia. AI adalah alat bantu, bukan pengganti hubungan interpersonal. Kembangkan juga keterampilan manusiawi, latih intuisi, ambil keputusan secara mandiri, dan belajar tanpa bantuan AI untuk mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

Dalam hubungan, bangun komunikasi yang terbuka dan jujur dengan pasangan untuk mencegah perselingkuhan, termasuk "selingkuh online". Praktikkan juga detoks digital dan perawatan diri untuk mengurangi penggunaan perangkat digital dan menjaga keseimbangan emosional serta mental di era AI. Pentingnya etika dan regulasi AI juga diperlukan untuk memastikan teknologi ini tidak merugikan manusia dan menjaga integritas komunikasi.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Vinsensia Dianawanti

    Author

    Vinsensia Dianawanti
Read Entire Article
Relationship |