
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sorotan terhadap aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat terus bergulir.
Pegiat media sosial, Ardianto Satriawan, turut menyuarakan kritiknya atas proyek tambang yang dinilai meskipun sah secara hukum, belum tentu sesuai dengan nilai-nilai moral dan keadilan.
Ardianto menyoroti fakta bahwa tambang di kawasan Raja Ampat telah mengantongi izin resmi.
Namun menurutnya, keabsahan hukum bukan satu-satunya ukuran dalam menilai layak atau tidaknya suatu kebijakan.
“Tambang ini (Raja Ampat) sudah ada izinnya, jadi legal,” kata Ardianto di X @ardisatriawan (9/6/2025).
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa legalitas tidak selalu berbanding lurus dengan kepatutan.
“Ingat, selalu relevan, legal belum tentu etis. Legal belum tentu benar. Legal belum tentu baik, legal belum tentu halal, legal belum tentu bermoral," sebutnya.
"Legal belum tentu bijak, legal belum tentu adil, dan legal belum tentu manusiawi,” tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyoroti potensi benturan antara ekspansi industri tambang nikel dan upaya pelestarian ekosistem pariwisata di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ia beranggapan, kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya ini memerlukan perhatian khusus agar tidak tergerus ambisi industri ekstraktif.
Dalam kunjungan reses Komisi VII DPR RI ke Kota Sorong, Evita menekankan bahwa sejumlah persoalan mendesak, termasuk lonjakan aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, perlu segera ditindaklanjuti.
Isu ini bahkan menjadi sorotan serius dari berbagai pihak, termasuk Greenpeace.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: