Pria Selalu Kembali: Fakta, Harapan, atau Hanya Pola Lama yang Berulang?

1 day ago 5

Fimela.com, Jakarta Kalimat men always come back kerap berseliweran di media sosial. Dari TikTok sampai X, banyak perempuan yang membagikan cerita tentang mantan yang tiba-tiba muncul lagi setelah lama menghilang. Tapi benarkah mereka memang selalu kembali? Atau ini cuma harapan yang terus dipelihara secara diam-diam?

Tren “men always come back” sering muncul lewat video glow up, caption sindiran, atau jokes sarkastik. Tapi di balik semua itu, ada pola yang cukup jelas: laki-laki bebas untuk datang dan pergi kapan saja, sementara pihak yang ditinggalkan terus berada dalam posisi menunggu. Entah menunggu kabar, perubahan, atau sekadar validasi. Hal tersebut menjadi sebuah dinamika yang perlahan dianggap wajar.

Kembali tapi Seringnya Bukan Karena Cinta

Dilansir dari YourTango (15/7), laki-laki kembali bukan karena cinta atau niat untuk memperbaiki hubungan. Sering kali, ini soal ego, rasa kehilangan kontrol, atau sekadar ingin tahu apakah akses terhadap hubungan itu masih terbuka. Berikut lima alasan umum kenapa mereka datang lagi:

  • Kehilangan kendali: saat perhatian dan komunikasi dari pihak yang ditinggalkan mulai hilang, muncul kegelisahan. Gangguan terhadap ego sering jadi pemicunya.

  • Kerinduan akan validasi: perasaan penting yang dulu didapat dari hubungan sebelumnya mulai hilang. Kembalinya mereka sering kali bertujuan untuk mengisi kekosongan itu.

  • Kebutuhan akan rasa aman: hubungan masa lalu sering kali terasa familiar. Meskipun telah pergi, keyakinan bahwa penerimaan masih ada menjadi alasan untuk kembali.

  • Ketidaknyamanan melihat kebahagiaan mantan pasangan: ekspresi kebahagiaan dan proses move on dari mantan pasangan bisa memicu perasaan tertinggal. Hal ini sering menimbulkan dorongan untuk kembali muncul.

  • Keingintahuan terhadap peluang: kedatangan kembali tidak selalu menandakan niat untuk bertahan, melainkan sekadar ingin mengetahui apakah pintu kesempatan masih terbuka.

Tapi, kembali bukan berarti berubah. Terkadang yang dirindukan bukan sosoknya, melainkan suasana yang pernah tercipta. Hubungan yang sempat rusak, kalau disambung tanpa perbaikan, seringnya cuma ulang luka yang sama.

Lalu, Dari Mana Datangnya Keyakinan Itu?

Dari sisi psikologis, seperti yang dilansir oleh verywellmind (15/7), ini bisa jadi dipengaruhi oleh pola attachment. Seseorang dengan gaya keterikatan avoidant sering menjauh saat hubungan terasa terlalu dekat, lalu kembali lagi saat pihak yang ditinggalkan sudah terlihat tenang. Sementara seseorang dengan gaya anxious cenderung menunggu, berharap ada “akhir bahagia”. Padahal tidak selalu begitu.

Kalimat “men always come back” memang terdengar comforting, terutama saat sedang patah hati. Namun terlalu mempercayainya bisa membuat seseorang terjebak dalam harapan, hingga lupa bahwa proses move on seharusnya berpusat pada diri sendiri, bukan pada kemungkinan kembalinya seseorang yang telah pergi.

Kalau Balik, Apa Pintu Kesempatan Masih Perlu Dibuka?

Kalau suatu saat mereka benar-benar datang lagi, pertanyaan yang muncul seharusnya bukan hanya “balikan atau tidak”, tapi:

  • Kenapa dulu dia pergi?
  • Apakah ada perubahan nyata?
  • Masih layakkah orang ini ada dalam hidup?

Kembalinya seseorang bisa saja terjadi. Tapi membuka pintu yang sama untuk orang yang pernah pergi tanpa usaha atau penjelasan bukanlah kewajiban. Kadang, kemenangan justru datang bukan saat mereka kembali, tapi saat kehadiran mereka tak lagi dinanti.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Zahara Marsellina Putri

    Author

    Zahara Marsellina Putri
  • Ayu Puji Lestari
Read Entire Article
Relationship |