Menikah dengan Beda Usia Jauh: Antara Tantangan, Kekuatan Cinta, dan Risiko Perceraian

2 days ago 8

Fimela.com, Jakarta Dalam perjalanan cinta, jarak usia kerap dianggap sekadar angka. Ketika dua individu memutuskan untuk membangun rumah tangga dengan selisih usia yang jauh, angka itu bisa berubah menjadi realita yang kompleks. Menikah dengan perbedaan usia besar bukan hal baru, tetapi tetap menjadi topik yang mengundang banyak perbincangan, terutama ketika kisah cinta yang tampak kokoh di permukaan akhirnya berujung pada perpisahan.

Raisa dan Hamish Daud, yang terpaut usia sekitar sepuluh tahun, sempat menjadi simbol pasangan modern yang matang dan saling mendukung. Namun belakangan, mereka dikabarkan berpisah.

Begitu pula dengan Deddy Corbuzier dan Sabrina Chairunnisa yang berbeda usia 16 tahun, dan baru-baru ini mengumumkan perceraian mereka. Dua kisah publik ini kembali membuka percakapan penting: apakah cinta bisa tetap bertahan ketika waktu berjalan dengan ritme yang berbeda?

1. Ketika Fase Hidup Tidak Berjalan Seiring

Sahabat Fimela, salah satu tantangan terbesar dalam pernikahan dengan perbedaan usia jauh adalah ketidaksamaan fase hidup. Seseorang mungkin masih berada di puncak semangat membangun karier, sementara pasangannya sudah berada pada tahap ingin memperlambat langkah. Perbedaan ritme ini sering kali menimbulkan rasa tidak sinkron, bukan karena kurang cinta, tetapi karena kebutuhan hidup yang berbeda.

Dalam dinamika seperti ini, komunikasi menjadi jembatan utama. Ketika satu pihak menginginkan ruang untuk berkembang, sementara yang lain mencari stabilitas, percakapan terbuka tentang ekspektasi bisa mencegah salah paham yang berlarut. Jika tidak diantisipasi, ketimpangan ini mudah berubah menjadi jarak emosional yang sulit dijembatani.

Perbedaan fase juga menyentuh hal-hal praktis, seperti energi, gaya hidup, bahkan cara menikmati waktu luang. Satu pihak mungkin ingin mengeksplorasi dunia, sementara yang lain lebih nyaman di rumah. Keduanya bisa bertemu di titik tengah jika ada empati dan kesediaan untuk memahami bahwa cinta bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang kesiapan menyesuaikan langkah.

2. Saat Kuasa Tak Disadari Menjadi Beban

Beda usia sering kali diikuti oleh perbedaan dalam hal finansial, pengalaman, dan posisi sosial. Tak jarang, dinamika kuasa muncul tanpa disadari.

Pihak yang lebih senior bisa merasa memiliki otoritas lebih besar, sementara yang lebih muda kadang merasa perlu membuktikan diri. Dalam konteks ini, hubungan bisa kehilangan keseimbangan emosionalnya.

Sahabat Fimela, tekanan sosial dan stereotip juga memperberat situasi. Perempuan muda yang menikah dengan pria lebih tua sering kali dihadapkan pada pandangan miring, seolah pilihannya tidak murni karena cinta. Begitu pula sebaliknya, ketika perempuan lebih tua menikah dengan pria muda, mereka kerap disorot dengan bias yang sama tidak adilnya.

Untuk keluar dari jebakan ini, pasangan perlu membangun fondasi hubungan yang setara. Rasa saling menghormati dan kemampuan mendengarkan menjadi kunci agar perbedaan tidak berubah menjadi dominasi. Hubungan yang sehat lahir dari ruang yang memberi tempat bagi kedua suara, tanpa salah satu merasa lebih berhak menentukan arah.

3. Hasil Studi Menarik yang Bisa Memperluas Perspektif

Cinta mungkin tak terikat oleh usia, tetapi penelitian memberi kita perspektif yang lebih realistis. Studi dari Emory University menemukan bahwa semakin besar selisih usia pasangan, semakin tinggi pula risiko perceraian. Selisih usia lima tahun meningkatkan peluang cerai hingga 18%, sementara sepuluh tahun bisa mencapai 39%.

Penelitian lain dari National Bureau of Economic Research juga menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan menurun lebih cepat pada pasangan dengan selisih usia besar. Ketika awal hubungan mungkin terasa penuh gairah dan saling melengkapi, perbedaan kebutuhan dan prioritas sering mulai terasa seiring berjalannya waktu.

Menariknya, studi dari UNESCAP mencatat bahwa tingkat perceraian terendah terjadi ketika suami lebih tua tidak lebih dari sepuluh tahun. Artinya, keseimbangan usia memang berpengaruh pada stabilitas jangka panjang, meskipun bukan satu-satunya faktor penentu. Kematangan emosional, kejujuran, dan kemampuan menavigasi perubahan tetap menjadi penopang utama.

4. Pentingnya Kompromi dan Bertumbuh dengan Komitmen Bersama

Selain tantangan psikologis, perbedaan usia juga membawa konsekuensi praktis dalam perencanaan hidup. Salah satu pihak mungkin lebih cepat menghadapi fase pensiun, menurunnya kesehatan, atau kebutuhan dukungan fisik dan emosional yang berbeda. Hal-hal ini memerlukan perencanaan matang sejak awal.

Sahabat Fimela, banyak pasangan dengan beda usia jauh justru menemukan kekuatan dalam kesiapan menghadapi perubahan. Mereka yang mampu berbicara terbuka tentang masa depan, termasuk topik sensitif seperti perawatan kesehatan atau rencana finansial, biasanya lebih tangguh menghadapi ketidakpastian.

Walapun begitu, ada pula yang merasa canggung membicarakannya terlalu dini karena takut merusak romantisme. Padahal, keberanian membicarakan masa depan bukan tanda pesimisme, melainkan wujud cinta yang realistis. Ketika cinta dibangun di atas kejujuran dan kesadaran, perbedaan usia tak lagi menjadi hambatan, melainkan ruang untuk saling melengkapi.

5. Komitmen dan Kematangan Emosional sebagai Penyelaras

Tidak ada hubungan yang sempurna, baik dengan usia sebaya maupun berbeda jauh. Namun, pasangan dengan perbedaan usia besar memerlukan tingkat kematangan emosional yang lebih tinggi untuk menjaga keseimbangan. Mereka perlu lebih peka terhadap perbedaan sudut pandang dan berani mengakui bahwa setiap fase kehidupan membawa kebutuhan yang berbeda.

Sahabat Fimela, salah satu kunci terpenting adalah kemampuan untuk berdialog tanpa defensif. Ketika masing-masing pihak bisa mendengarkan dengan hati terbuka dan menanggapi dengan empati, usia tidak lagi menjadi pembatas. Justru dari perbedaan itu, pasangan bisa belajar tentang kesabaran, penerimaan, dan cara mencintai yang lebih dewasa.

Secara garais besar, cinta bukan tentang siapa yang lebih muda atau tua, melainkan tentang siapa yang mau bertumbuh bersama. Ketika dua hati bersedia menyesuaikan irama langkah, cinta yang terpaut jarak usia pun bisa bertahan menghadapi waktu dan perubahan.

Cinta yang tumbuh dalam perbedaan usia memang memerlukan kekuatan lebih, tetapi juga berpotensi menciptakan kedewasaan luar biasa. Tidak ada rumus pasti untuk pernikahan yang langgeng.

Ketika pasangan mau berjuang menjaga keseimbangan antara cinta dan realita, usia hanya menjadi salah satu variabel, bukan penentu akhir dari kisah cinta mereka.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Endah Wijayanti
Read Entire Article
Relationship |